Menyajikan Secara Akurat dan Objektif
Beli Tema IniIndeks
Opini  

Realitas Mahasiswa di Kampus Dalam Naungan Birokrasi

Realitas Mahasiswa

Secara filosofis mahasiswa sering kategorikan sebagai kaum intelektual atau orang-orang dari golongan terpelajar, yang banyak melibatkan diri untuk kepentingan rakyat.

Peralihan dari Orde baru ke era reformasi dengan memboyong konsep Demokrasi merupakan salah satu gerakan yang dimotori oleh mahasiswa di Indonesia.

Selain itu, banyak dari kalangan mahasiswa yang dibungkam, dipenjarakan dan bahkan “hilang”. Semua itu dianggap pengorbanan paling “suci” sebagai mahasiswa untuk mencapai “kebenaran” dan sekaligus sikap individualistik yang tidak ingin tunduk pada rezim.

Seiring berjalannya waktu, tabir reformasi telah terbentang luas, setiap manusia memiliki hak terhadap dirinya sendiri, orang-orang bebas berbicara dan menyuarkan aspirasinya. Namun, bukan berarti “tugas” mahasiswa telah usai.

Era boleh beralih, tetapi persoalan akan selalu ada. Persis dengan persoalan yang dihadapi bangsa hari ini, yang secara normatif masih pada perbincangan sejauh manakah kesejahteraan rakyat?

Hal ini mengundang banyak diskursus hingga mulai mempertanyakan eksistensi mahasiswa hari ini? Wabilkhusus dalam situasi Pendemi yang sudah berlangsung sejak dua tahun terakhir.

Kedatangan pandemi yang seolah menyimpulkan “enigma” (teka-teki), yang tercermin dari sifat atau karakter mahasiswa hari ini.

Enigma yang terlihat sebagaimana mahasiswa yang sulit memoposisikan diri atau dengan kata lain, berdasar pada “keintiman” mahasiswa dengan Birokrat kampus dan secara normatif adalah dengan “kekuasaan”.

Mahasiswa seolah tergiur, terhipnotis dan sekaligus tertidur pulas di saat negara (rakyat) sedang membutuhkan suara dan kerja-kerja mereka sebagai kaum yang terdidik.

Selain itu, kampus kemudian lebih bagus dipresentasikan sebagai ajang “pencarian bakat” yang melirik bakat-bakat tertentu atau lebih tepatnya, mahasiswa dan birokrasi kampus saling “berkorelasi” untuk sama-sama meraih popularitas untuk menaikan predikat dan kapabilitas masing-masing.

Dengan demikian, tindakan-tindakan tersebut dapat dikatakan terlalu politis. Di lain pihak, terdapat andil mahasiswa untuk mengedepankan kepentingannya.

Sadar atau tidak! Fenomena yang barawal pasca kemunculan Pandemi yang, ikut diterapkannya berbagai regulasi dari pihak akademik. Semisal, kuliah atau belajar online dan sebagainya. Maka tentu tidak ada pilihan bagi mahasiswa, selain berdiam dan belajar dari rumah atau kos-an.

Istilah enigma (selain posisi mahasiswa hari ini yang intim dengan kekuasaan) juga mahasiswa yang kehilangan jati dirinya. Jauh dari esensi mahasiswa di era peralihan (1998). Singkatnya, mahasiswa hari ini indentik dengan sikap oportunis, bahkan tak jarang yang “apatis” dan “hedonis”.

Intinya, mahasiswa hari ini banyak digeluti berbagai dinamika yang melahirkan enigma. Padahal, jika apa yang dikatakan Karl Marx, bahwa realitas-lah yang mempengaruhi pengetahuan (pikiran) manusia, maka mahasiswa adalah yang paling dekat untuk membenarkan gagasan Marx.

Namun bagi saya, yang bagus dibincangkan hari ini tentang mahasiswa adalah, sudikah mahasiswa supaya mengambil “jarak” dengan kekuasaan?

Satu “pertanyaan” mendasar yang bisa memberi distingsi terkait enigma dalam memainkan peran sebagai mahasiswa hari ini! Tetapi jawabannya, pastilah akan kembali pada pribadi masing-masing, karena yang membentuk mahasiswa secara ideologis adalah pengalamannya (termasuk sikap oportunis dan sebagainya)

Sekian…

Cat: mahasiswa harus mengulik dan membongkar kembali gagasan yang telah lapuk.

Penulis: Tri Ahmad